retour
 

perbudakan modern

    



    Film ini adalah sebuah kegelisahan, atau lebih tepatnya kemuakan dari Jean-Francois Brient terhadap peradaban modern yang menancapkan pondasinya di atas keringat dan darah para budak di seluruh dunia.

 

    Dipaparkan dalam 20 bagian, On Modern Servitude menyuarakan narasi yang disajikan melalui kolase dari berbagai film dokumenter seperti Baraka, Bowling for Columbine, Sicko, Super Size Me, The Take hingga film-film box office semacam 1984, Battle in Seattle, Fight Club, Full Metal Jacket, Gladiator, Terminator III, The Day After Tomorrow, V for Vendetta, dan banyak lainnya. Dalam setiap bagian dibeberkan beragam persoalan dalam perbudakan modern dan sistem perdagangan totaliter yang menjajah segala sektor kehidupan, beberapa di antaranya menyangkut degradasi ekologis, penyembahan terhadap uang, ketertundukan dan ketakutan terhadap dominasi otoritas serta ilusi komoditas/hiburan.

 

    Menurut Brient, perbudakan modern bersifat sukarela, sebab didukung oleh budak-budak di seluruh dunia. Ironisnya, alih-alih terbebaskan dan mampu mengkreasikan kerja-kerja kreatif sesuai potensi yang dimiliki, para budak modern justru menghabiskan hidup serta uangnya untuk membeli komoditas yang sehari-hari memperbudaknya. Para budak memilih sendiri tuan-tuan yang akan mereka patuhi, bersikap apatis dan pasrah atas kehidupan menyedihkan yang dibuat atas nama mereka.

 

    Demi tujuan komersial serta “kemajuan” peradaban maka setiap inci tanah di dunia ini telah diberi pagar pembatas. Kemudian para budak membangun dunia serupa penjara, sebuah tempat yang mengasingkan diri mereka sendiri terhadap kehidupan sosialnya. Hingga perlahan-lahan dunia ini menjadi kotor dan ribut serupa pabrik raksasa. Namun berbeda dengan tahanan, para budak modern justru rela membayar untuk menempati kandangnya sendiri.

 

    Kerelaan ini semakin diperparah dengan keinginan para budak untuk menumpuk komoditas yang mereka percaya bahwa benda-benda tersebut dapat memberikan kebahagiaan hidup. Tetapi para budak luput menyadari bahwa semakin banyak benda-benda yang mereka kumpulkan maka akan semakin absurd untuk memahami sesungguhnya kebahagiaan apa yang sedang mereka kejar.

 

    Komoditas tersebut diproduksi secara besar-besaran hingga tercipta keberlimpahan, kelihatannya bukan suatu masalah, namun hal ini justru masalah besar bagi umat manusia. Keberlimpahan komoditas adalah bukti dari eksploitasi, degradasi dan pemalsuan. Salah satu contoh kecil adalah makanan, di sepanjang jalan, kita menemui gerai-gerai makanan cepat saji, tempat makan favorit bagi mereka yang tidak memiliki banyak waktu luang untuk mempersiapkan makanan sendiri akibat terhisap oleh jam-jam kerja. Belum lagi ancaman bahaya dari rekayasa industri-industri agrokimia seperti bahan pengawet, pestisida, dan racun-racun lainnya.

 

    Lalu dengan adanya keberlimpahan di satu tempat, bagaimana mungkin masih ada kelaparan dan kekurangan fasilitas di tempat lain?

 

    Inilah jawaban dari esensi perbudakan modern, di dalam sebuah sistem dimana ketimpangan berarti kemajuan, maka kelaparan tidak boleh melenyap. Sebab hanya mereka yang memiliki uang yang boleh membeli. Dan untuk itulah kita harus rela menjadi bagian dari perbudakan modern. Kita harus menjual diri kita sendiri.

 

    Pada akhirnya, tubuh kita tidak lagi menjadi milik kita. Segala sesuatu yang kita miliki akan berbalik menjadi penguasa atas diri kita.

 

    Menghadapi penindasan ini, Brient menyerukan sebuah pemberontakan sosial dalam perang yang harus kita lancarkan secara terus menerus dalam hidup keseharian. Sebab ini bukanlah sekadar pilihan, melainkan kebutuhan mutlak untuk menghancurkan kekuasaan.


    

Sutradara : Jean-Francois Brient

Narator: Carolina Cajiao

Produksi: Avanti Productions

Tahun : 2010

Durasi  : 52 menit

Bahasa : Inggris

Subtitle: Indonesia




contact : [email protected]